Pascapilpres yang kemungkinan besar menyingkirkan Jusuf Kalla-Wiranto, banyak pihak yang mengusulkan agar Partai Golkar mengambil langkah ekstrem sebagai oposisi. Akan tetapi, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono menyiratkan keengganan partai beringin itu berdiri berseberangan dan head to head terhadap pemerintah.
"Posisi politik Golkar belum dinyatakan secara resmi seperti apa. Kalau menurut saya, kecenderungannya ya seperti sekarang, partai pendukung yang kritis," ujar Agung yang juga Ketua DPR, Senin (13/7), kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta.
Situasi yang sempat tegang dan kental dengan nuansa kompetisi, menurutnya, hanya terjadi karena SBY dan JK bersaing sebagai sesama calon presiden. "Kalau ada sedikit perbedaan, tidak lepas dari masalah pilpres," ungkap Agung.
Ia mengatakan, untuk menjalankan fungsi check and balances, tak perlu harus menjadi oposisi. Posisi Golkar seperti saat ini, dikatakannya, tidak menutup kemungkinan untuk melayangkan kritik dan koreksi terhadap pemerintah.
"Belum ada aturan tentang oposisi. Bukan berarti partai pendukung tidak boleh memberikan kritikan. Bukan berarti mendukung lalu membabi buta tanpa memberi koreksi. Ini perwujudan dari check and balances dan untuk negara itu yang terpenting," kata Agung.
Pengamat politik Yudi Latief menilai, sebenarnya pilihan Golkar tak terbatas menjadi pendukung ataupun oposisi. Golkar bisa saja mengambil posisi di luar keduanya. "Bisa saja tidak di dalam pemerintahan, tidak di oposisi, tapi mengonsolidasikan diri," kata Yudi dalam kesempatan terpisah.
Dengan sumber daya yang dimiliki, Golkar diyakini bisa melakukan penguatan internal secara kepartaian. Selama ini, tidak solidnya elite-elite Golkar di pusat dan daerah menyebabkan partai ini sulit menjadi pemenang dalam kontestasi politik nasional.
"Faksionalisme di Golkar itu tidak dibangun atas kepentingan gagasan, tapi kepentingan elite per elite. Kalau itu terus menjadi watak Golkar, jangan berharap ada elite yang menang di kontestasi nasional karena problematiknya internal dan saling jegal antarelite," ujar Yudi.
(Sumber : Kompas Online, 13/7/2009)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar